Diposkan pada 로맨스 ♥ Romance, 가족 ♥ Family, Fanfiction, 한방 ♥ Oneshoot, 우정 ♥ Friendship, Yaoi

Say It With Flower – It Doesn’t Matter


Normal POV

“Sampai nanti,”

“Ya, sampai besok,”

“Hei, jangan lupa bawa buku yang kau pinjam besok!”

“Nanti kerjakan tugas bersama, yuk?”

“Kau mau ke game center?”

“Ahh, aku malas pulang. Di rumah pun tidak ada siapa-siapa.”

Yah, dan seruan-seruan lain pun terus meluncur dari mulut-mulut yang berbeda. Menggema di gedung dimana para remaja-remaja labil itu menuntu ilmu. Semua terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tak terkecuali pemuda berwajah manis pemilik rambut lembut sewarna madu tersebut. Ia terlihat sibuk merapikan segala barang-barangnya yang berserak di meja ke dalam tas sampir miliknya.

Seseorang menepuk pundaknya, “Kyunie, pulang bersamaku, yuk?”

Ajak salah seorang temannya. Atau mungkin hyung-nya? Yah, mereka memang lebih pantas dipanggil saudara ketimbang teman ataupun sahabat, sih.

“Maaf, Sungmin-hyung. Aku akan pulang dengan Minnie-chagi. Sudah ya, hyung. Sampai besok!” Serunya seraya berlari menuju gerbang sekolahnya. Tempat dimana kekasihnya terlah menunggu sejak beberapa menit yang lalu.

“Dasar brother-complex. Kau harus melepas adik kesayanganmu, Min,” ledek Donghae.

“Oh, shut up, Hae!”

Di luar sana, terlihat seorang pemuda dengan perawakan tinggi dan wajah tampan mempesona tengah bersandar pada tembok yang membatasi sekolah itu dan dunia luar. Sesekali ia menggosokkan kedua tangannya berusaha mendapatkan kehangatan untuk dirinya. Ini sudah memasuki bulan Desember. Tentu saja temperatur udara sudah mulai turun dan menyebabkan orang-orang harus mengenakan mantel juga syal jika tidak ingin terkena flu.

Puk!

Pemuda jangkung itu menengok saat ia merasakan seseorang menepuk bahunya. Dan ia pun mengembangkan sebuah senyuman lembut untuk seseorang itu. Ah, bukan- untuk kekasihnya untuk lebih tepat. Tanpa satu kata pun yang meluncur dari keduanya, mereka mulai berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam erat. Seolah tak akan melepaskannya.

Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalan-jalan kota. Sesekali, salah satu dari mereka akan tertangkap tengah memperhatikan pasangannya. Dan jika pandangan mereka saling bertemu, maka keduanya akan memerah dan saling memalingkan wajah karena malu meski mereka tetap tak melepaskan genggaman masing-masing pasangan. Tak terasa, meraka sudah berada di depan gerbang rumah keluarga Cho saat ini. Changmin melepaskan genggamannya dan menarik PDA-nya keluar.

[“Sampai besok, Kyuhyun-ah”]

Changmin memperlihatkan apa yang diketiknya di sana dan memberikan sebuah senyuman lembut pada Kyuhyun. Kyuhyun membalas senyuman yang diberikan Changmin padanya dengan senyuman terbaiknya.

[“Akan kujemput lagi besok ya?”] ketiknya lagi.

Kyuhyun kembali memberikan Changmin senyuman terbaiknya dan mengangguk. Beginilah cara mereka berkomunikasi. Beginilah cara mereka saling memperdalam pengetahuan tentang masing-masing. Tak ada lantunan kalimat yang keluar dari mulut mereka. Suara anginlah yang mengisi di antara mereka. Namun itu tak masalah. Selama perasaan itu masih ada di hati mereka masing-masing, tak ada sesuatu yang lebih yang mereka harapkan.

Kyuhyun tahu. Sangat tahu bahwa Changmin tak mungkin mengucapkan ‘Saranghae’ padanya. Namun sekali lagi itu tak masalah untuknya, karena ia akan mendapatkan karangan bunga dengan tulisan tangan ‘Saranghae’ di kartunya sebagai ganti kalimat yang takkan terlantun dari mulut Changmin. Meski tak berjalan seperti kisah cinta orang kebanyakan, Kyuhyun sangat mensyukuri perasaan yang tumbuh dalam hatinya untuk Changmin. Ia tak merasa telah jatuh pada orang yang salah. Ini benar.

Ia tak iri dengan kisah orang-orang itu. Karena, ia sendiri punya keistimewaan dalam kisahnya. Cintanya –tidak, cintanya dan Changmin istimewa dalam kesederhanaan. Cinta mereka yang sunyi. Cinta mereka yang….

Tanpa suara.

Changmin berbalik, bermaksud untuk pulang. Namun, tanpa ia duga, Kyuhyun menarik satu lengannya dan membalik tubuhnya. Dan yang selanjutnya pemuda jangkung itu rasakan adalah sesuatu yang lembut dan hangat menempel di pipinya yang dingin karena udara luar. Ya, Kyuhyun menciumnya. Mencium pipinya lembut. Ia terdiam, memerhatikan wajah Kyuhyun yang sudah semerah tomat saat ini. Wajah Kyuhyun… ia takkan pernah bosan melihatnya. Terlebih jika senyum malu-malu itu terbentuk di wajahnya yang tengah memerah.

Kyuhyun mengejakan sesuatu dengan mulutnya perlahan agar Changmin dapat menangkap maksudnya. Mengerti maksud Khyuhyun, Changmin memperhatikan dengan seksama gerak mulut Kyuhyun. Ya, ia memang bisa membaca  gerak bibir sedikit-sedikit.

Sa-‘

‘-rang-‘

‘-hae

Itulah yang diejakan Kyuhyun padanya.

[‘Nado’]

Jawabnya menggunakan PDA.

Benarkan, cinta tanpa suara mereka sama manisnya dengan kisah-kisah yang lain.

========== ========== ==========

Changmin POV

Seperti biasa, hari ini pun aku menunggunya di gerbang sekolahnya. Memang inilah yang kulakukan setiap hari sekolahnya. Aku akan menunggunya di sini dan berjalan pulang bersama. Seseorang menepuk pelan bahuku. Aku tersenyum mendapati kekasih ku lah yang menepuk bahuku tadi dan ia pun membalas senyumanku. Senyum yang amat manis bagiku, membuatku merasa menjadi manusia paling beruntung karena akulah yang menjadi subjek punujuan senyum manis itu. Senyuman seorang Cho Kyuhyun.

Kami berjalan beriringan dengan tangan kami yang saling bertautan erat. Karena, bukankah itu yang dilakukan semua pasangan saat berjalan bersama? Yah, meski tak ada rangkaian kata yang mengalir dari bibir kami untuk menghiasinya. Aku dan dia sama-sama tahu, aku takkan bisa mewujudkannya. Aku takkan pernah bisa menghiasi sela diantara kami dengan obrolan juga candaan. Aku tahu dia mengerti aku dan itulah yang membuatku bingung.

Coba lihat dirinya, Cho Kyuhyun. Pemuda berperawakan cukup tinggi dengan wajah manis. Kulitnya putih pucat menawan saat tertimpa cahaya matahari. Kulitnya halus, mulus tanpa cacat. Rambut kecoklatannya yang mencapai tengkuk terasa sangat halus saat tanganku mengelusnya. Matanya terlihat jernih kapanku aku menatapnya. Memantulkan rasa ingin tahu yang besar juga kepolosan.

Nyaris sempurna, bukan?

Sekarang coba lihat aku, Shim Changmin. Manusia dengan dunia yang sunyi. Tidak bisa bicara. Tidak bisa mendengar.

Apa yang sempurna dariku?

Karena itulah aku bingung. Apa yang ia lihat dariku? Apa yang ia harapkan dariku? Aku bisu. Aku tuli. Aku bahkan tidak bisa menjanjikan canda dan tawa padanya. Bukankah bila bersamaku maka dunianya akan menjadi dunia sunyi tanpa suara milikku? Lalu, kenapa Ia memilihku? Namja sunyi yang bahkan tak bisa tertawa. Ah, tidak -aku bukannya tak dapat tertawa. Aku hanya, tak bisa menyuarakannya. Begitulah, kenapa ia memilihku jika banyak namja sempurna diluar sana. Namja dengan suara. Lalu, apa ia tak malu bila bersamaku? Aku yakin, ia akan mendapat olokan jika denganku. Pandangan merendah yang mengatakan seolah ia bisu sama halnya denganku.

Dan itulah yang aku bingungkan,

Apa yang sempurna dariku?

Apa yang bisa ia harapkan dariku?

Apakah ia bahagia bersamaku?

Kami masih melanjutkan perjalanan sunyi kami. Sesekali aku dan dia saling melirik kecil. Mencuri lihat wajah. Kilihat pipinya yang memerah saat aku menangkapnya tengah memerhatikanku dan kemudian tersenyum kecil pada dirinya sendiri. Ia terlihat senang. Tapi, apa benar begitu?

Tak terasa, kami sudah hampir mencapai rumahnya. Aku tersenyum padanya. Menyuruhnya segera masuk sebelum ia kedinginan di luar sini. Aku mengetik sesuatu di PDA milikku,

[“Sampai besok, Kyuhyun-ah“]

Ia tersenyum padaku dan aku pun kembali mengetik,

[“Akan kujemput lagi besok ya?”]

Ia mengangguk lalu tersenyum manis. Dan kemudian aku pun berbalik bermaksud untuk pulang. Namun, sebuah tangan mencegahku menjauh dan menarikku untuk berbalik menghadapnya. Dan kemudian yang kurasakan adalah sesuatu yang hangat juga lembut menumbuk pipiku pelan. Kyuhyun mengecup pipiku. Aku terdiam. Bingung harus bereaksi apa. Kupandangi wajahnya yang terhiasi oleh semburat kemerahan di pipi. Aku masih diam dan ia tersenyum, mengejakan sesuatu menggunakan balahan bibir merah miliknya. Kuperhatikan baik-baik gerak bibirnya. Aku memang sedang berlatih memabaca gerak bibir agar setidaknya, ia tak perlu menulis hanya untuk menyampaikan sesuatu padaku.

Sa-‘

‘-rang-‘

‘-hae

Saranghae? Itukah yang ia sampaikan padaku?

[‘Nado’] Jawabku melalui PDA milikku.

Dan Kyuhyun pun berbalik memasuki rumahnya dan aku pun begitu. Aku berbalik, berjalan menuju rumahku. Melewati sisa hariku dengan keadaan sunyi.

========== ========== ==========

Kyuhyun POV

 

Umma, aku pulang,” ujarku pada Umma-ku yang terlihat tengah sibuk dengan masakannya.

“Selamat datang, Kyunnie,” sambutnya.

“Pulang dengan Changmin-ah lagi, hm?” lanjutnya bermaksud menggodaku. Tapi, maaf maaf saja, ya! Aku sudah kebal!

“Tentu saja,” sahutku cuek dan bergegas menuju kamarku sebelum Umma-ku itu menanyakan yang aneh-aneh seperti ‘kapan ia melamarmu -lagi?’ atau ‘kalian kapan mau menikah?’ atau mungkin yang paling parah ‘kapan Umma bisa dapat cucu dari kalian?’. Apa Umma-ku tidak sadar kalau anaknya itu namja? Sekali lagi, namja. Mana mungkin aku melahirkan anak? Yah, itu mungkin saja sih jika author menjadikan sekuel berikutnya menjadi Mpreg!fic. (kenapa aku dibawa-bawa? ==a).  Kulempar tas ku dengan asal. Membiarkannya membentur dinding dengan cukup keras. Menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur dan bergelung nyaman di sana. Hari ini cukup melelahkan untukku.

Setelah merasa lebih segar, aku memasuki kamar mandi dan bermaksud untuk berendam menghangatkan tubuhku sekaligus membuatku lebih rileks saat mengerjakan tugas nantinya. Aku sedikit mendesah saat merasakan sensasi air hangat yang serasa membalut kulitku. Kurenggangkan otot-otot ku yang terasa kaku. Puas berendam, aku pun kembali ke kamarku untuk menyelesaikan semua tugasku yang baru saja diberikan. Saat aku sedang serius mengerjakan tugas, ponselku berbunyi nyaring. Menandakan masuknya sebuah pesan singkat ke inbox milikku.

— — —

From: Minnie-chagi

Sudah selesai dengan tugasmu, Kyuhyun-ah?

— — —

Aku tersenyum kecil. Jujur, kami memang jarang bertemu muka kecuali saat ia mengantarku pulang ke rumah. Apa? Itu sudah sangat sering? Huh, bagiku itu masih kurang, tahu! Sebuah ide terlintas di otak jenius ku. Baiklah, aku akan mengerjainya sedikit. Lagi pula aku kan belum menuntut apapun darinya selama ini.

— — —

To: Minnie-chagi

Ya! Kau menggangguku, tahu! Kau harus membayarnya!

— — —

Tak lama, balasan datang darinya,

— — —

From: Minnie-chagi

Ehh? Kau ini… dasar evil. Baiklah, bagaimana caraku membayarnya?

— — —

Hehehehe, dia masuk perangkapku. Ia memang paling tidak mau membuatku kecewa atau pun menangis sih. Heh? Dia menyebutku ‘evil’? kalau gitu kau rajanya evil karena memacariku. Ha-ha!

— — —

To: Minnie-chagi

Bayarannya… KENCAN! Aku mau kita kencan akhir minggu ini. Tidak ada penolakan ataupun ‘tapi’. Sesekali, bersenang-senang lah, Minnie~ Jangan terus duduk di depan laptop-mu itu.

— — —

Kutekan tombol send dan pesan itupun akan sampai padanya. Yah, memang benar. Dia itu paling susah disuruh untuk setidaknya ke tempat ramai. Ia akan lebih memilih melanjutkan  ‘pekerjaan’nya di rumahnya. Benar, ia sudah bekerja. Padahal umurnya sama denganku. Huh, dasar tuan jenius. Changmin itu… dia sudah menyelesaikan semua ilmu yang seharusnya diajarkan di sekolah juga perguruan tinggi sejak dua tahun lalu. Ia menerima semuanya secara informal. Ia tak memasuki sekolah pada umumnya. Bisa dibilang… privat?

Lagipula, ia tak membutuhkan sebuah ijazah untuk bekerja karena secara otomatis ia akan langsung didudukkan pada posisi tinggi di perusahaan appa-nya. Dan karena jabatannya yang tinggi itulah ia tak perlu capek-capek pergi ke kantor. Ia hanya perlu memantau segalanya melalui laptop miliknya.

Apa? Aku beruntung bisa mendapatkannya?

Kau bercanda?

Aku bahkan SANGAT beruntung.

Lihat dirinya, ia tinggi. Tampan. Gagah. Pintar. Ah- jenius maksudku. Pemimpin cabang perusahaan di usia yang terbilang muda. Berasal dari keluarga terhormat. Dan yang paling penting adalah ia orang yang lembut. Kasih sayang juga perhatiannya padaku membuat tubuhku terasa hangat. Sepertinya aku mulai merona hanya dengan memikirkannya.

Sudah! Kalau memikirkan dia terus bisa-bisa tugasku takkan selesai. Yang penting, ia sudah janji untuk berkencan denganku minggu nanti. Rasanya jadi tidak sabar.

========== ========== ==========

Normal POV

— — —

From: Kyunie

Bayarannya… KENCAN! Aku mau kita kencan akhir minggu ini. Tidak ada penolakan ataupun ‘tapi’. Sesekali, bersenang-senang lah, Minnie~ Jangan terus duduk di depan laptop-mu terus.

— — —

Sebuah senyuman kecil terbentuk sempurna diwajah tampan seorang Shim Changmin saat menerima pesan singkat itu. Sungguh, Kyuhyun-nya memang tak pernah berhenti membuatnya tersenyum atas tingkahnya. Dan kali ini, mau tak mau Changmin harus menuruti kemauan Kyuhyun. Lagi pula, tak ada salahnya juga pergi kencan, pikirnya.

Ditutupnya pesan singkat itu tanpa membalasnya karena tahu Kyuhyun tak mengharapkan balasannya. Dipandanginya foto Kyuhyun yang menjadi wallpaper ponselnya. Lagi-lagi, pikiran itu terlintas dalam kepalanya,

‘Apa Kyuhyun bahagia denganku?’

Ya, memang itulah yang selalu mengganggu pikirannya selama ini. Awalnya ia memang tak ada rencana sama sekali untuk kondisi seperti ini. Kondisi dimana dirinya menjadi kekasih dari seorang yang nyaris sempurna eksistensinya, Cho Kyuhyun. Tak terlintas sedikit pun di pikirannya jika kegiatan ‘mengatakan dengan bunga’nya akan berkembang sejauh ini. Sejak awal dirinya memang tak pernah berharap lebih. Ia sadar diri, ia tak cukup pantas untuk berdiri di samping pemuda manis itu. Ia sadar, tak ada yang bisa pemuda itu lihat darinya. Dari seorang yang tuna rungu juga tuna wicara seperti dirinya.

‘Akan kutanyakan nanti,’ teguhnya dalam hati.

Waktu berlalu dengan cepat, mereka habiskan minggu itu dengan kegiatan biasa dan datanglah akhir pekan.  Hari yang keduanya sudah nantikan. Hari kencan pertama mereka. Terlihat keduanya berjalan dengan gugup, kaku, saling melirik dan melempar senyuman canggung. Ah, indahnya kencan pertama. Kyuhyun merapatkan jaketnya, mencari kegiatan agar setidaknya sedikit menghilangkan rasa gugupnya. Yah, bagaimana pun ini kencan pertamanya, ‘kan? Diliriknya Changmin yang tengah mengetikkan sesuatu di PDA-nya.

[“Kau ingin ke mana, Kyuhyun-ah?”] tanya namja jangkung itu.

Kyuhyun tersenyum senang. Setidaknya, terjalin komunikasi di antara mereka, ‘kan? Kyuhyun pun memberikan isyarat pada Changmin untuk meminjamkan PDA namja jangkung itu padanya agar ia bisa memberitahukan keinginannya. Changmin hanya membalasnya dengan gelengan singkat dan mengetik sesuatu,

[“Bicara saja, Kyuhyun-ah. Aku bisa membaca gerak bibirmu. Tenang saja,”]

Ia memperlihatkannya pada Kyuhyun seraya tersenyum lembut yang membuat detakan jantung Kyuhyun menjadi cepat tak terkendali.

Uhh, can’t control my heart beat. Thanks, Changmin,’ rutuknya dalam hati.

Perlahan, Kyuhyun menuruti keinginan Changmin dan mulai menggerakkan bibirnya. Berbicara tanpa suara, “Game center?”

Changmin memasang wajah aneh dan membalas, [“Kencan itu sesuatu yang dinikmati dua belah pihak, Kyuhyun-ah. Bukan hanya salah satu pihak. Lagipula, aku rasa game center bukanlah tempat kencan sepasang kekasih,”]

Kyuhyun sedikit memajukan bibirnya menerima respon Changmin tadi dan kembali member saran, “Nonton?”

Dan kali ini, tanpa menunggu respon dari Changmin lagi, Kyuhyun langsung saja menarik kekasihnya itu bersamanya menuju bioskop. Kencan mereka berjalan lancar layaknya kencan-kencan pasangan lain. Mereka menonton bersama, memakan ice cream sambil berjalan di taman sambil bergandengan tangan dan saling melempar senyum bahagia.

“Aku lelah, ayo duduk di kursi itu,” ucap Kyuhyun menghadap Changmin agar pemuda itu dapat membaca gerak bibirnya dan segera menarik lengan yang sedari tadi dipeluknya posesif. Changmin tak memperotes perlakuan Kyuhyun pada dirinya. Ia senang mengikuti alur yang dibuat Kyuhyun untuknya. Mereka menghempaskan tubuh mereka pada kursi taman itu melepas sedikit lelah mereka. Changmin bersandar manja pada Kyuhyun, mengirimkan impuls bahwa dirinya menikmati apa yang tengah terjadi diantara mereka. Kyuhyun tersenyum lembut dan menggenggam tangan Changmin erat. Meminta sang kekasih untuk berbagi kehangatan di musim dingin itu.

 

Changmin POV

Hari ini menyenangkan untukku karena aku bisa berjalan di sisinya seharian ini. Merangkulnya posesif dan melihatnya merona. Menyenangkan. Aku dan Kyuhyun sedang terduduk di sebuah kursi taman yang kami kunjungi saat ini. Dengan manja, kurebahkan kepalaku dibahunya. Memintanya untuk menjadi sandaranku dan ia membalasku dengan menggenggam tanganku erat. Jantungku berdetak tak karuan. Aku ingin menanyakannya sekarang dan itulah yang membuatku tegang. Kuteguhkan hatiku dan aku pun mulai mengetik sesuatu di PDA milikku.

Kutarik kepalaku dari bahunya, kulepaskan genggamannya pada salah satu lenganku dan kuperlihatkan apa yang tertulis di PDA-ku padanya.

[“Kyuhyun-ah, apa kau mencintaiku?”]

Kulihat reaksinya yang tak lebih dari sebuah tatapan bingung. Aku pun melanjutkan pertanyaanku,

[“Apa kau bahagia bersamaku?”]

Dahinya terlihat mulai berkerut,

[“Apa kau merasa cukup denganku?”]

Ia memberikan tatapan tak suka melihat pertanyaanku tadi,

[“Kau nyaris sempurna, Kyuhyun-ah”]

Lanjutku lagi yang mendapat tatapan intens seolah menanyakan maksud semua kalimatku,

[“Apa kau tak malu bila bersamaku?”]

Maafkan aku, Kyuhyun. Aku memang picik menganggapmu akan malu jika bersamaku. Tapi, aku tak punya pilihan. Aku harus menanyakannya langsung padamu. Aku butuh jawaban karena aku gelisah, takut, tak ingin kehilanganmu, tak ingin semua berakhir mengambang, tak ingin ini hanya sebuah hubungan belas kasihan. Aku tak ingin terus dihantui oleh perasaan gelisah itu, Kyu. Mungkin aku takkan gelisah jika aku sama nyaris sempurnanya denganmu. Namun ini tidak. aku berbeda darimu. Duniaku sunyi, duniamu tidak. aku takut kau akan meningalkanku dengan kekecewaanmu padaku.

Kurasakan tubuhnya menjauh dariku, ia berdiri tegap di hadapanku. Aku mendongak menghadapnya untuk membaca gerak bibirnya yang akan memberikanku jawaban atas-

BUGH!

Kurasakan nyeri di pipiku yang dipukulnya. Secepatnya, aku kembali memfokuskan mataku pada wajahnya. Segaris air mata meluncur dari matanya yang merefleksikan  kekecewaan nya. Aku menyakiti perasaannya.

“Apa maksudmu bertanya seperti itu?”

Aku yakin ia tengah berteriak padaku meski aku tak dapat mendengarnya. Bibirnya terlihat bergetar. Ia menahan emosinya untuk berbicara jelas padaku.

[“Aku takut, Kyuhyun-ah!”]

Matanya melebar melihat kalimatku. Aku melanjutkan,

[“Aku bahkan tak bica bicara padamu! Aku tak bisa mendengar suaramu, tawamu! Aku tak sama dengan orang lain, Kyuhyun-ah! Itulah yang membuatku takut… sangat takut,”]

PLAK!

Sebuah tamparan kembali mendarat di pipiku. Membuat kulitku memerah karenanya. Kemudian yang kurasakan adalah sebuah tarikan pada kerah bajuku. Memaksaku untuk menatapnya,

“Lalu memangnya kenapa dengan itu semua?”

Ahh- ia kembali berteriak dan aku tak bisa mendengarnya.

“Kau tahu? Aku bahkan merasa menjadi orang paling beruntung karena bisa beramamu!”

Bibirnya gemetar saat mengatakannya. Apa aku jahat karena menanyakannya?

“Tak penting kau ini seperti apa,”

Cengkramannya melemah dan turun menuju dadaku.

“Yang penting, kau memiliki perasaan tulus padaku,”

Aku bermaksud kembali berargumen namun ia merebut PDA-ku.

“Untuk apa bicara bila yang keluar dari mulutmu hanya dusta? Tak perlu pendengaran yang bagus untuk merasakan cintaku, Minnie,”

Ya, Tuhan. Apa yang kulakukan padanya? Kenapa aku bertanya hal sekejam itu padanya padahal ia amat menyayangiku tanpa alasan? Ia bahkan tak mempermasalahkan kekuranganku. Kyuhyun-ah, mianhae.

Saranghae,”

Dan kencan itu kami akhiri dengan sebuah ciuman hangat. Melepas semua kegelisahan dan keraguan dalam hati. Aku harus belajar untuk lebih mempercayai perasaannya padaku.

Saranghae yo, Cho Kyuhyun.

.

.

.

.

Omake

“Bagaimana kencan kalian?” tanya Umma Kyuhyun pada Changmin yang tengah bertamu.

Umma!” tegur Kyuhyun yang hanya diikuti oleh senyuman geli dari Changmin.

“Jadi, Changmin-ah-“ ujar sang Umma serius menatap Changmin yang membuat namja itu mau tak mau ikut serius.

“Kapan kau datang melamar putraku dengan serius? Umma bosan menunggu terus,” lanjut wanita paruh baya itu tanpa bersalah.

UMMA!”

Changmin pun kembali tertawa tanpa suara.

.

.

.

.

Author by: Takaishi Hiroki

SEKUEL~~ JENG-JENG!!

Gimana? Gimana? Comment ya~ ^^

Sign,

TAKAISHI HIROKI — TAMA HUTAMA


Satu tanggapan untuk “Say It With Flower – It Doesn’t Matter

  1. jiiiaahh…kenapa endingnya d bikin ngambang kaya gitu??

    tapi keren kok thor, cinta emang g selamanya harus sempurna, karna d balik kekurangan pasti ada kelebihan yg kita dapat dari cinta…#aahhh…bahasa loe ren#
    aku suka FF nya…keren.

Tinggalkan komentar